Barcelona akhirnya menemukan kembali magisnya di bawah arahan pelatih baru, Hansi Flick, dan salah satu tokoh yang memimpin kebangkitan ini adalah Raphinha. Pemain asal Brasil ini mengubah dirinya dari hampir terdepak menjadi pilar tim, meskipun harus rela pindah dari posisi favoritnya. Mari kita lihat bagaimana Flick mengubah nasib Raphinha, membuatnya bertransformasi menjadi “senjata rahasia” Barcelona di UEFA Champions League.
Raphinha: Dari Nyaris Pergi ke Peran Kapten
Sejak awal 2024, Raphinha seakan ditakdirkan untuk angkat koper. Publik Barcelona mulai tidak sabar dengan performanya, bahkan kabar bahwa klub butuh uang membuat nama Raphinha jadi “barang panas” di bursa transfer. Namun, sepertinya nasib punya rencana berbeda, Hansi Flick datang, dan segalanya berubah.
Ketika Frenkie de Jong cedera, Raphinha mendadak menjadi aset vital. Menariknya, fans juga mulai memberikan suara kepercayaan untuknya sebagai salah satu dari lima kapten tim, posisi yang diimpikan Raphinha. Meski baru bergabung pada 2022, kehadirannya sebagai kapten menjadi bukti bagaimana rekan satu tim melihat kontribusinya.
“Saya memulai musim dengan mentalitas berbeda,” kata Raphinha dalam sebuah wawancara. “Jika sebelumnya saya bekerja 100%, sekarang 200%.”
Dengan kepercayaan baru dari Flick dan rekan-rekannya, Raphinha menyadari pentingnya peran barunya. Siapa yang menyangka bahwa ia akan menerima beban itu dengan bangga dan bekerja dua kali lebih keras?
Hansi Flick: Arsitek yang Menata Ulang Posisi Raphinha
Di bawah Flick, Raphinha bermain lebih fleksibel. Ia bukan lagi sekadar winger yang berkutat di kanan, tapi juga seorang “ratu catur” yang bisa ditempatkan di berbagai posisi sesuai strategi Flick. Saat menghadapi lawan yang lebih lemah, ia dimainkan sebagai No. 10, memanfaatkan kecepatannya untuk membuka ruang. Namun, ketika menghadapi lawan kuat seperti Bayern Munich, Flick memberinya kebebasan untuk berpindah-pindah posisi, menjadi pemain “terlupakan” yang mengejutkan lawan.
Bayangkan, Flick harus mengatur strategi tanpa Dani Olmo yang cedera. Hal ini menjadikan Raphinha lebih sering berperan sebagai playmaker, bukan hanya winger biasa. Hasilnya? Di musim ini, Raphinha telah mencetak dua hat-trick, termasuk satu di pertandingan Champions League melawan Bayern. Cukup membuktikan bahwa Flick tahu cara memaksimalkan Raphinha, kan?
Statistik yang Mencengangkan dan Gaya Permainan yang Berubah
Melihat statistiknya saja, Raphinha musim ini sudah mencatatkan 11 gol dan 7 assist di La Liga dan Champions League, mengungguli catatan dari dua musim sebelumnya. Jika dulu performanya inkonsisten, kini ia tampil dengan semangat dan gaya permainan yang berbeda. Siapa yang bisa menyangka bahwa Raphinha yang dulu diangap “lebih cocok dijual” justru kini tak tergantikan?
Statistik Gol Raphinha di Champions League Musim Ini
Opponent | Gol | Assist |
---|---|---|
Crvena Zvezda | 1 | 1 |
Real Madrid | 1 | 0 |
Bayern Munich | 3 | 1 |
Espanyol | 2 | 1 |
Catatan Lain: Kebangkitannya bukan sekadar kebetulan; ia bermain lebih variatif di bawah Flick. Kini, ia berani mengambil keputusan cepat dan menggiring bola ke area yang lebih luas, bahkan dari sisi kiri. Hasilnya, beberapa gol yang tercipta datang dari situasi di mana Raphinha berhasil mengacaukan formasi lawan.
Keberhasilan atau Sekadar Keberuntungan?
Dengan permainan yang makin matang, pertanyaan besar muncul: apakah ini kebangkitan permanen atau sekadar momen keberuntungan? Mungkin perpaduan keduanya. Raphinha sekarang menyadari arti tekanan di klub sebesar Barcelona. Dalam satu wawancara, ia mengungkapkan bahwa tekanan membuatnya berpikir untuk pergi, tetapi ia tidak bisa menikmati sepak bola tanpa itu.
“Sepak bola tanpa tekanan? Kurang seru,” ungkapnya, tertawa. “Selalu bermimpi main di klub besar dan tekanan itu bagian dari mimpinya.”
Flick, Raphinha, dan Rahasia Tim yang Sulit Diprediksi
Saat ini, Flick benar-benar memanfaatkan seluruh potensi Raphinha, sebuah pelajaran penting bagi mereka yang terburu-buru mencoret pemain profesional dari daftar “bintang.” Kombinasi taktik cerdas Flick, ambisi Raphinha, dan situasi yang menantang membuatnya menjadi salah satu ancaman paling berbahaya di Eropa.
Sumber: