Manchester City selama bertahun-tahun dikenal sebagai tim dengan aura dominan yang membuat lawan gentar. Namun dalam beberapa bulan terakhir, performa mereka menunjukkan perubahan yang cukup mencolok. Ketidakstabilan permainan, hilangnya kendali pada babak kedua, serta kecenderungan membuang keunggulan membuat munculnya krisis mentalitas Manchester City menjadi pembahasan yang sulit dihindari. Ulasan dari GOAL menunjukkan bahwa City tidak lagi tampil sekuat sebelumnya dari sisi mental.
Phil Foden, yang sedang berada dalam performa terbaiknya, turut menggambarkan bagaimana timnya kerap kesulitan mempertahankan kontrol saat lawan mengubah pendekatan permainan. Ia mengakui bahwa City “really struggled” pada babak kedua ketika Leeds mulai menekan. Pengakuan tersebut memperlihatkan bahwa masalah ini bukan hanya opini dari luar, tetapi juga sesuatu yang dirasakan langsung oleh para pemain
Perubahan Wajah City yang Tidak Lagi Menakutkan
Manchester City tidak lagi tampil sebagai mesin kemenangan otomatis seperti beberapa musim lalu. City kini bergantung pada momen individu Erling Haaland dan Phil Foden dalam banyak pertandingan. Bahkan, beberapa pengamat mulai menjuluki tim ini sebagai the Haaland and Foden team karena kontribusi besar keduanya dalam menyelamatkan poin.

Ketika Foden mencetak gol menit ke-91 melawan Leeds, muncul dua cara membaca situasi tersebut. Satu sisi, City dianggap menunjukkan ketangguhan mental. Namun di sisi lain, kemenangan dramatis itu justru memperlihatkan bagaimana tim hampir membuang 3 poin karena performa babak kedua yang buruk. Hal ini juga selaras dengan krisis mentalitas Manchester City yang semakin sering dibahas.
Pep Guardiola sendiri tidak terkesan. Ia bahkan menolak menganggap kemenangan itu sebagai tanda perubahan mentalitas. Dalam interviewnya, ia mengatakan dengan datar:
“It depends on Phil putting the ball in the net. I don’t know that one win can define the mentality of the team. I don’t believe in these kind of things.”

Pernyataan tersebut sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan kegelisahan internal sang manajer.
Mengapa City Terlihat Tidak Stabil Lagi
City Sering Kehilangan Keunggulan
Melihat data yang disampaikan dalam artikel GOAL, City telah 6 kali membuang keunggulan musim ini. Setiap pertandingan memperlihatkan pola yang mirip yaitu kontrol penuh di babak pertama yang hilang begitu memasuki paruh kedua. Transisi permainan mereka menjadi lambat, tekanan melonggar, dan lawan mendapat celah yang seharusnya bisa diantisipasi.
Beberapa contoh momen memperkuat analisis ini.
Beberapa Momen yang Menjadi Bukti
- Kebobolan dua gol di Brighton
Memimpin 1-0 tetapi berakhir kalah 1-2. - Kehilangan poin di menit ke-90 melawan Arsenal
Dampak besar bagi perburuan gelar yang ketat. - Laga melawan Monaco di Liga Champions
Dua kali unggul, dua kali disamakan, bahkan gol penyama terjadi pada menit ke-90. - Pertandingan melawan Bournemouth
City kehilangan kontrol dan kembali kebobolan sebelum akhirnya menang.

Kumulasi kejadian ini semakin relevan dengan topik utama yakni krisis mentalitas Manchester City, terutama ketika sebuah tim besar tidak mampu mempertahankan keunggulan secara konsisten.
Faktor yang Membuat City Tidak Lagi Invincible
Perubahan besar dalam skuat adalah faktor yang sangat memengaruhi kualitas mentalitas. Tujuh pemain kunci yang menjadi bagian dari masa keemasan City telah pergi setelah musim 2023 dan 2024. Nama-nama seperti Kevin De Bruyne, Ilkay Gundogan, Kyle Walker, hingga Ederson memiliki karakter pemenang yang ikut membentuk pondasi mental skuad secara kolektif.

Kini, City dihuni banyak pemain baru yang sangat berbakat secara teknis tetapi minim pengalaman juara. Bahkan, dari 10 rekrutan sejak 2024, hanya Gianluigi Donnarumma yang pernah menjuarai liga domestik sebelumnya. Lainnya masih dalam tahap adaptasi terhadap intensitas dan ekspektasi tinggi Premier League.

Absennya Rodri selama hampir 2 bulan akibat cedera juga memperparah situasi ini. Ketidakhadirannya memberikan dampak signifikan terhadap stabilitas mental dan struktural permainan City. Rodri bukan hanya gelandang bertahan tetapi juga penjamin ketenangan di tengah tekanan.
Masalah Konsistensi yang Kian Mengganggu
Saat City kalah beruntun dari Newcastle dan Bayer Leverkusen, Foden mengakui bahwa kekalahan tersebut menggerus rasa percaya diri tim. Ia berkata:
“Obviously, from our own performance, it wasn’t good enough from start to finish. But sometimes it’s like that when you come off the back of two defeats.“
Kutipan ini memperjelas bagaimana masalah mentalitas bukan sekadar isu eksternal. Para pemain sendiri merasakannya. Foden bahkan menambahkan bahwa kemenangan melawan Leeds bukan tentang performa tetapi sekadar kebutuhan merasakan 3 poin lagi agar tim bisa kembali mendapat momentum.

Sementara itu, di sisi taktik, Guardiola menunjukkan ketidakpercayaannya pada skuad pelapis. Ketika menghadapi Leverkusen, ia bermain dengan rotasi ekstrem namun kemudian menarik tiga pemain sekaligus di babak pertama. Pada konferensi pers, ia berkata bahwa beberapa pemain “didn’t try“. Ketika seorang manajer berbicara seperti itu, jelas ada keretakan mental kolektif dalam tim.
Upaya City Memperbaiki Situasi
Rencana Rekrutment Baru
City tengah mempertimbangkan untuk menebus klausul pelepasan Antoine Semenyo yang mencapai £65 juta. Sang winger menjadi salah satu pemain paling produktif di Premier League musim ini. Jika bergabung, ia dapat membantu mengurangi ketergantungan pada Haaland dan Foden. Namun, uang tidak selalu bisa membeli mentalitas juara.

Apa Saja yang Menjadi PR City Saat Ini
- Menemukan kembali ketenangan di babak kedua
Karena hilangnya konsentrasi selalu terjadi setelah unggul. - Mengembalikan struktur tanpa Rodri
City terlalu bergantung pada satu pemain sebagai jangkar. - Mengatasi absennya figur pemimpin
Kehilangan Gundogan, Walker, dan De Bruyne meninggalkan kekosongan besar dalam hal mentalitas. - Meningkatkan kepercayaan pada skuad pelapis
Guardiola tidak bisa bertarung di 4 kompetisi tanpa kedalaman yang benar-benar ia percayai.
Apakah Mentalitas Juara City Benar Sedang Goyang
Melihat data, performa, kutipan langsung, dan konteks dari artikel sumber, terlihat jelas bahwa krisis mentalitas Manchester City bukan sekadar narasi media. Ada pola yang berulang dari kehilangan keunggulan, permainan buruk di babak kedua, serta rotasi yang tidak berjalan lancar. Ketika semua aspek ini digabungkan, gambaran besar menunjukkan City memang tengah berada dalam fase rapuh secara mental.

City sedang berada di persimpangan penting. Mereka tetap memiliki kemampuan teknis luar biasa, tetapi untuk menyaingi Arsenal yang hanya kalah satu kali musim ini, mereka membutuhkan lebih dari sekadar taktik. Mereka membutuhkan karakter, kepercayaan, dan kegigihan seperti era emas mereka sebelumnya. Jika tidak, musim ini bisa menjadi salah satu musim paling sulit dalam era Guardiola.
Kalau City ingin tetap dihitung sebagai kandidat juara serius, mereka harus berhenti mengandalkan gol menit akhir Foden sebagai jimat keberuntungan. Karena kalau tiap pekan begini, jangan-jangan nanti fans lebih deg-degan daripada pemainnya sendiri.