Pertandingan Messi vs PSG di ajang Club World Cup 2025 menjadi momen yang tidak akan dilupakan, bukan hanya oleh fans Inter Miami, tetapi juga oleh penggemar sepak bola di seluruh dunia. Kalimat “Messi vs PSG” mewakili lebih dari sekadar duel antara pemain legendaris dan mantan klubnya. Ini adalah cerminan dari kesenjangan kualitas, realitas finansial, dan perjalanan akhir dari sang maestro di panggung global.
Messi vs PSG, Panggung Terakhir Sang Maestro?
Bermain di hadapan lebih dari 65.000 penonton di Mercedes-Benz Stadium, Lionel Messi tampil sebagai pusat perhatian meski timnya kalah telak 4-0 dari Paris Saint-Germain. Inter Miami yang tampil sebagai satu-satunya wakil Major League Soccer (MLS) yang lolos ke fase gugur Club World Cup, mencoba memberikan perlawanan terbaik, namun kesenjangan kelas terlalu mencolok.

Pada menit-menit akhir pertandingan, Messi sempat berdiri di depan bola untuk melakukan tendangan bebas, momen yang seolah menjadi simbol bahwa semua orang di stadion hanya menunggu satu hal:, sihir Messi. Namun kali ini, tembok biru PSG menahan magis tersebut. “Messi stood outside the area, a little to the right, the ball at his feet… This time it wasn’t to be,” tulis The Guardian.
Ketika Statistik Bicara Keras
Tidak cukup hanya melihat skor 4-0, dominasi PSG terhadap Inter Miami juga tergambar dari statistik:
- PSG mencatatkan 67% penguasaan bola
- Total 685 umpan berhasil diselesaikan oleh PSG, sementara Miami hanya 306
- PSG melepaskan 19 tembakan dengan 9 mengarah ke gawang
- Expected Goals (xG): PSG 2.49 vs Miami 0.43

Dalam 45 menit pertama, PSG sudah unggul 4 gol lewat João Neves (2 gol), Achraf Hakimi, dan satu gol bunuh diri Tomás Avilés. Sementara Messi hanya menyentuh bola 14 kali di babak pertama, dan rekan duetnya, Luis Suárez, 17 kali. Bahkan Sergio Busquets hanya menyelesaikan 10 umpan sebelum babak pertama usai.
Messi vs PSG dan Kesenjangan Finansial
Salah satu faktor utama yang membedakan Messi vs PSG adalah jurang finansial yang nyaris tak masuk akal:
- PSG menghabiskan $445 juta untuk transfer sejak 2023
- PSG membayar total gaji sebesar $744 juta di tahun 2024
- Inter Miami hanya mengeluarkan $26 juta untuk transfer dan $46,8 juta untuk gaji

Inter Miami mengandalkan segelintir pemain bintang seperti Messi, Suárez, Busquets, dan Jordi Alba, lalu mengisi sisa skuad dengan pemain muda dan akademi. PSG? Mereka mampu membeli pemain terbaik Serie A hanya untuk memperbaiki penampilan paruh musim. Menurut Goal.com, ini adalah contoh nyata dari “pertandingan olahraga profesional dengan disparitas terbesar dalam sejarah.”
Pelajaran dari Botafogo dan Kesalahan Inter Miami
Menariknya, PSG sebelumnya sempat kalah dari Botafogo, klub asal Brasil yang bermain dengan taktik pragmatis dan disiplin tinggi. Lalu kenapa Botafogo bisa dan Miami tidak?
Apa yang Dilakukan Botafogo:
- Bertahan dengan formasi 6-3-1 dan tanpa malu melakukan 15 pelanggaran
- Bermain tanpa ego, fokus meredam permainan PSG
- Mencetak gol lewat momen keberuntungan dan bertahan mati-matian
Apa yang Dilakukan Miami:
- Bermain terlalu terbuka dengan formasi 4-4-2
- Ingin tetap menunjukkan permainan “dengan gaya Messi”
- Kehilangan momentum karena cedera dan minimnya kedalaman skuad
Mascherano sendiri menyadari keterbatasan skuadnya.
“Obviously, we know about the restrictions MLS imposes that don’t allow us to compete at the economic level we would like,” ujar sang pelatih seperti dikutip oleh ESPN.
Harapan dan Masa Depan Messi
Usia Messi yang kini menginjak 38 tahun membuat laga ini terasa seperti momen terakhirnya di panggung global. Meski belum ada kepastian soal keikutsertaannya di Piala Dunia 2026, Messi tampak semakin menikmati peran barunya sebagai mentor bagi pemain muda.
“With [Messi’s] arrival, it’s opened many doors for everyone… We’re trying to help all the young players grow, evolve and learn,” ujar Jordi Alba.

Pemain muda seperti Benjamin Cremaschi, Noah Allen, dan Ian Fray kini punya pengalaman bermain melawan juara Liga Champions.
Mascherano juga menegaskan,
“I think Leo played a great game, within the options we had… In the second half, we found him much more.”
Messi vs PSG dan Cermin MLS Saat Ini
Terlepas dari hasil akhir, Inter Miami tetap mencatatkan sejarah sebagai klub MLS pertama yang lolos ke fase gugur Club World Cup. Mereka menyingkirkan Porto dan menahan imbang Palmeiras serta Al Ahly. MLS memang belum bisa bersaing setara dengan klub Eropa, namun turnamen ini jadi pelajaran besar.

Jorge Mas, pemilik Inter Miami, menekankan pentingnya reformasi struktur liga.
“The difference… is not necessarily our starting 11, but… the difference between our starters and our subs,” ujarnya kepada ESPN.
Kalau Messi Saja Kalah, Siapa Lagi?
Messi vs PSG adalah pengingat bahwa bahkan pesepakbola terbaik sepanjang masa pun tak bisa mengalahkan sepak bola modern sendirian. PSG tampil tanpa ego, tanpa satu “bintang utama”, tapi sebagai satu kesatuan. Ousmane Dembele, Kvaratskhelia, hingga Bradley Barcola tampil kolektif dan efisien di bawah Luis Enrique.

Inter Miami bukan tidak berusaha. Mereka justru telah melampaui ekspektasi sebagai tim muda yang baru berusia enam tahun. Namun, realitas global sepak bola terlalu keras untuk bisa dilawan hanya dengan legenda, semangat, dan popularitas.
Dan Akhirnya…
Kalau sepak bola adalah drama, maka Messi vs PSG adalah episode penuh ironi, sang legenda mencoba membalas masa lalu, hanya untuk dikalahkan oleh masa depan.
Tapi setidaknya, dia tetap Messi. Bahkan ketika tendangan bebasnya mentok di pagar hidup, sorotan kamera tetap mengarah padanya. Bahkan ketika kalah, dia tetap diburu selfie dan pelukan hangat dari para mantan rekan se-tim nya di PSG.

Karena memang cuma Messi yang bisa membuat kekalahan 4-0 terasa seperti standing ovation. Messi kalah, dengan respect setinggi-tinggi nya dari PSG.