Florian Wirtz di Liverpool sedang menjalani masa sulit yang membuat banyak pihak mulai mempertanyakan keputusannya meninggalkan Bayer Leverkusen. Gelandang muda asal Jerman itu sempat menolak Manchester City demi bergabung ke Anfield, namun kini performanya yang naik-turun menimbulkan tanya besar: apakah Wirtz seharusnya memilih Etihad daripada Anfield?

Berdasarkan laporan dari Goal.com, keputusan Wirtz untuk bergabung dengan Liverpool dipengaruhi oleh janji besar Arne Slot yang ingin menjadikannya pusat permainan tim. Namun, seiring berjalannya waktu, janji itu tampaknya belum terwujud sepenuhnya. Kini, Wirtz menghadapi tekanan besar untuk beradaptasi lebih cepat di Premier League.
Awal Mula Keputusan Wirtz Memilih Liverpool
Ketika Xabi Alonso meninggalkan Bayer Leverkusen menuju Real Madrid, Wirtz sempat disebut-sebut akan mengikutinya. Namun, karena keputusan transfer di Madrid dikendalikan oleh Florentino Pérez, Alonso tidak punya kuasa untuk membawa Wirtz. Akhirnya, sang pemain dihadapkan pada tiga pilihan besar: Manchester City, Bayern Munich, atau Liverpool.
Dalam wawancaranya, CEO Leverkusen Fernando Carro menjelaskan bahwa Wirtz “definitely would have joined Real Madrid rather than Liverpool had he been offered the chance to follow Xabi Alonso”. Namun, karena Madrid tidak membuka pintu, pilihan realistisnya ada di Inggris.

Wirtz pun memilih Liverpool setelah merasakan langsung atmosfer klub itu saat melawan mereka di Liga Champions musim lalu. Ia terpesona oleh intensitas suporter dan strategi Arne Slot. Kepada situs resmi klub, ia berkata: “I just wanted to be a part of this team.”
Slot menawarkan peran sentral di lini tengah, tepat di belakang striker utama. Namun, seiring waktu, posisi itu mulai berubah seiring Liverpool kesulitan menjaga konsistensi performa.
Florian Wirtz di Liverpool dan Tantangan Adaptasi
Perjalanan Florian Wirtz di Liverpool tidak berjalan semulus harapan. Ia memang memulai empat laga awal Premier League sebagai starter di posisi nomor 10, tetapi kontribusinya belum terlihat dalam bentuk gol atau assist. Situasi ini langsung menjadi bahan sorotan media dan kritik publik.
Wayne Rooney dalam podcast-nya di BBC menilai:
“I think Wirtz actually damages the balance of Liverpool and how they play. He’s a top player and I’m sure he will get better – but he’s had a slow start and I think there’s no denying that.”

Komentar Rooney mencerminkan dilema Arne Slot yang kini lebih mempercayai trio Szoboszlai – Mac Allister – Gravenberch di lini tengah. Dalam beberapa laga besar seperti melawan Aston Villa dan Real Madrid, Wirtz bahkan hanya duduk di bangku cadangan.
Wesley Sneijder juga memperingatkan lewat Mirror bahwa pemain Jerman ini bisa “done” di Liverpool jika tak segera beradaptasi.
“If you come to the club as a big star then you have to show them immediately why they signed you and if you don’t show them they don’t care for you.”

Adaptasi memang menjadi isu besar bagi Wirtz. Sneijder menilai mentalitas pemain Jerman dan Belanda kerap membuat mereka kesulitan menyesuaikan diri di liga lain, terutama di Inggris yang terkenal fisikal dan cepat.
Perbandingan Wirtz di City dan Liverpool
Apakah Wirtz akan lebih cocok bermain di Manchester City daripada di Liverpool? Jawabannya bisa dilihat dari gaya bermain dan sistem taktik masing-masing pelatih.
Di Liverpool, Arne Slot menerapkan sistem pressing intensif dalam formasi 4-3-3 yang menuntut kerja keras dan transisi cepat. Sementara itu, di City, Pep Guardiola cenderung memberi kebebasan pada gelandang kreatif untuk beroperasi di ruang antar lini.

Banyak analis percaya bahwa Wirtz cocok dengan Manchester City karena kemampuannya membaca ruang dan memberikan umpan vertikal cepat, mirip gaya Kevin De Bruyne. Guardiola bahkan disebut telah mengidentifikasi Wirtz sebagai calon penerus De Bruyne setelah kontrak sang bintang berakhir.

Namun, rumor lain menyebut bahwa Wirtz menolak City karena Pep belum memberi kepastian akan bertahan di klub setelah 2027. City pun akhirnya merekrut Rayan Cherki yang kini sudah mencatat delapan kontribusi gol di Premier League, jauh lebih produktif dibanding Wirtz.
Ilkay Gundogan turut membela juniornya itu dengan mengatakan:
“It’s not Flo’s fault that he cost so much. Anyone who doesn’t see Flo’s outstanding quality really doesn’t understand much about football.”
Mengapa Wirtz Belum Klik di Sistem Slot
Untuk memahami kesulitan adaptasi Wirtz di Premier League, perlu melihat karakteristik permainan Slot. Taktik Slot mengandalkan pressing tinggi dan rotasi cepat antarposisi, yang menuntut semua pemain bertahan aktif.
Wirtz terbiasa menjadi kreator utama di Leverkusen dengan kebebasan penuh dalam menyerang. Ketika dipaksa bermain dalam sistem yang lebih ketat, ruang kreativitasnya berkurang. Akibatnya, ia sering terlihat seperti “penonton” dalam pola serangan Liverpool yang cepat dan vertikal.

Selain itu, Arne Slot dan peran Wirtz di Liverpool juga terpengaruh oleh kehadiran Szoboszlai yang lebih serbaguna. Wirtz sebenarnya unggul dalam visi permainan dan penyelesaian akhir, tetapi belum mampu menyesuaikan ritme permainan tinggi Premier League.
Tanda-tanda Wirtz Mulai Menemukan Ritme
Meski performanya di Premier League masih angin-anginan, Wirtz menunjukkan sinyal positif di kompetisi Eropa. Dalam Liga Champions, Florian Wirtz di Liverpool berhasil menciptakan 16 peluang, terbanyak di antara semua pemain. Ia juga tampil cemerlang ketika membantu kemenangan atas Real Madrid dengan lima peluang tercipta dalam satu pertandingan.

Danny Murphy menilai Wirtz hanya kurang beruntung:
“He has made a lot of chances that haven’t been converted. If some of those go your way, the narrative changes a little bit.”
Beberapa peluang emas yang gagal dimanfaatkan rekan setim seperti Salah dan Frimpong menunjukkan bahwa kontribusi Wirtz sebenarnya tidak bisa diukur hanya dari statistik gol dan assist.
Apa yang Terjadi Jika Wirtz Bergabung ke City
Banyak pihak berpendapat bahwa perbandingan Wirtz di City dan Liverpool menunjukkan betapa berbeda hasilnya jika ia bergabung dengan Pep Guardiola. Dalam sistem 4-1-4-1, City memiliki dua posisi gelandang menyerang yang bisa memberikan ruang ideal bagi Wirtz untuk berkembang tanpa tekanan berlebihan.

Dalam skenario ini, ia kemungkinan besar akan bermain di posisi De Bruyne’s zone, ditemani pemain teknis lain seperti Foden atau Cherki. Adaptasi terhadap gaya Pep yang menekankan penguasaan bola dan kontrol tempo mungkin lebih sesuai dengan gaya alami Wirtz.
Namun, keputusan sudah dibuat, dan kini fokus utamanya adalah bagaimana Florian Wirtz di Liverpool bisa menyesuaikan diri dengan cepat agar tidak tertinggal dalam persaingan lini tengah.
Tiga Alasan Wirtz Masih Layak Diberi Waktu
Berikut tiga alasan mengapa publik sebaiknya tidak terburu-buru menilai Wirtz sebagai pembelian gagal Liverpool:
1. Usia dan Potensi Masih di Puncak Awal
Wirtz baru berusia 22 tahun, masih memiliki ruang besar untuk berkembang. Ia dikenal sebagai pemain yang cepat belajar dan mampu menyesuaikan diri jika diberi waktu yang cukup.
2. Statistik Kreatif yang Sebenarnya Mengesankan
Meski belum mencetak gol di Premier League, ia termasuk pencipta peluang terbanyak di kompetisi Eropa musim ini. Ini menunjukkan kontribusinya tidak hanya diukur dari angka di papan skor.

3. Adaptasi Butuh Kesabaran dan Kepercayaan
Sebagaimana Modric dulu juga sempat kesulitan di awal kariernya di Inggris, Wirtz juga butuh proses. Dimitar Berbatov mengatakan:
“He will be unbelievable, trust me… The way he sees football, the touches on the ball, the improvisation, the eye for the pass and for the goals.”
Tekanan Publik dan Masa Depan di Anfield
Ekspektasi terhadap pemain berharga £100 juta jelas besar. Namun, tekanan ini justru bisa menjadi bahan bakar untuk kebangkitan. Wirtz hanya perlu satu momen penting di Premier League untuk mengubah narasi publik.
Di sisi lain, kesulitan Wirtz untuk cepat beradaptasi di Premier League bisa mempengaruhi arah kariernya jika situasi tidak membaik. Dengan hadirnya pemain muda seperti Hugo Ekitike dan Alexander Isak, Slot mungkin perlu menyesuaikan formasi agar bisa menampung semua talenta tersebut tanpa mengorbankan keseimbangan tim.

Slot sendiri masih yakin Wirtz akan bersinar, mengatakan bahwa adaptasi di Inggris memang tidak mudah bagi pemain kreatif. Ia berkomitmen memberikan waktu agar Wirtz memahami dinamika intensitas liga terbaik di dunia ini.
Refleksi dan Masa Depan Florian Wirtz
Kalau perjalanan Florian Wirtz di Liverpool diibaratkan film, kita baru nonton intro-nya. Jadi terlalu dini buat bilang ending-nya bakal tragis atau bahagia. Tapi jujur saja, sejauh ini ceritanya masih penuh plot twist dan adegan awkward di ruang ganti.

Liverpool jelas tidak membeli Wirtz untuk hasil instan. Arne Slot ingin membangun sesuatu yang tahan lama, bukan sekadar one-season wonder. Wirtz punya bakat alami, visi tajam, sentuhan halus, dan naluri kreatif yang bisa bikin bek lawan mendadak linglung. Kalau Slot bisa menemukan posisi dan ritme yang pas, bukan tidak mungkin Wirtz bakal jadi jantung permainan baru di Anfield.
Namun, bayang-bayang Manchester City masih terasa kuat. Di bawah Pep, Wirtz mungkin akan punya kebebasan seperti seniman di atas kanvas. City tampak lebih cocok untuk gayanya yang suka bermain di antara garis dan menggambar peluang dengan sekali gores umpan vertikal. Tapi ya, siapa yang bisa menjamin Pep masih di sana dua musim lagi?
Pada akhirnya, keputusan Wirtz ke Liverpool bukan kesalahan fatal, hanya soal waktu dan adaptasi. Seperti kata Berbatov, “He’s simply too good to fail.” Tinggal tunggu kapan sentuhan magisnya benar-benar klik. Siapa tahu, musim depan dia bukan cuma akan menghidupkan lini tengah Liverpool, tapi juga bikin The Kop bernyanyi lebih lantang di Anfield, sementara City cuma bisa menyesali “satu yang lepas”.