Real Madrid permalukan Barcelona dalam El Clasico penuh drama di Santiago Bernabeu. Pertandingan sarat gengsi ini tak hanya menghadirkan kemenangan penting bagi pasukan Xabi Alonso, tetapi juga menyisakan ketegangan antara Vinicius Junior dan klubnya sendiri. Sementara itu, Kylian Mbappe dan Jude Bellingham tampil memukau, membuktikan bahwa kombinasi keduanya mampu mengembalikan dominasi Los Blancos di puncak klasemen La Liga.

Kemenangan ini menjadi momentum besar karena Real Madrid berhasil mematahkan empat kemenangan beruntun Barcelona di El Clasico. Dengan hasil 2-1, Alonso mencatatkan sejarah sebagai pelatih kedua dari sembilan manajer terakhir Madrid yang mampu menang di laga perdananya melawan rival abadinya itu.
Real Madrid Permalukan Barcelona Lewat Taktik Jitu Xabi Alonso
Xabi Alonso memulai era barunya di El Clasico dengan penuh kepercayaan diri. Pendekatannya yang berbasis pada sistem permainan posisional terbukti efektif membungkam Barcelona. Setelah gaya Carlo Ancelotti yang lebih longgar gagal musim lalu, Alonso datang membawa struktur yang lebih ketat dan disiplin dalam menekan lawan.

Menurut analis sepak bola Spanyol Guillem Balague dalam wawancaranya dengan BBC Sport, Real Madrid tampil sangat terorganisir.
“He got it spot on. Real Madrid were very good, and Barcelona didn’t play well because of what Real Madrid were doing,” ujar Balague.
Tanpa bola, Madrid menekan tinggi selama mungkin dan menjaga jarak antar lini hanya lima hingga sepuluh meter. Pola ini membuat Barcelona kesulitan membangun serangan. Vinicius bahkan ikut turun membantu pertahanan sebelum kemudian menunjukkan rasa frustrasinya setelah diganti.
Kebangkitan Jude Bellingham di Laga El Clasico
Jude Bellingham akhirnya kembali menunjukkan kelasnya. Setelah berbulan-bulan berjuang pascaoperasi bahu, gelandang muda Inggris itu kini tampak seperti mesin yang tak pernah berhenti berlari.

Balague menjelaskan bahwa keputusan Alonso menempatkan Eduardo Camavinga di tengah menjadi kunci kebangkitan Bellingham. Dengan itu, Bellingham mendapat kebebasan untuk bergerak lebih fleksibel di sisi kanan dan masuk ke area berbahaya untuk membantu serangan Mbappe.

Bellingham tidak hanya mencatatkan assist untuk gol pembuka Mbappe, tetapi juga mencetak gol kedua yang menentukan kemenangan Real Madrid atas Barcelona. Statistik dari The Analyst mencatat bahwa ia menjadi pemain Inggris pertama yang mencetak gol dan assist dalam laga El Clasico di abad ke-21.
Performa Gemilang Mbappe yang Terus Berlanjut
Kylian Mbappe tampaknya lahir untuk laga besar seperti ini. Golnya ke gawang Barcelona memperpanjang rekor luar biasa dengan tujuh laga beruntun mencetak gol di La Liga musim ini. Dalam catatan The Analyst, ia kini telah menorehkan 12 gol melawan Barcelona sepanjang kariernya, menjadi salah satu penakluk El Clasico modern.

Meski sempat gagal mengeksekusi penalti di babak kedua, ketajamannya di depan gawang tetap menjadi pembeda. Ia juga terus menjadi ancaman utama di lini depan, membuka ruang bagi Bellingham dan Valverde untuk menyerang dari lini kedua.
Ketegangan Memuncak
Namun di balik kemenangan tersebut, drama tak kalah besar terjadi. Vinicius Junior kembali menjadi pusat perhatian bukan karena kontribusinya di lapangan, melainkan reaksinya saat ditarik keluar pada menit ke-72.

Kamera DAZN menangkap momen saat pemain asal Brasil itu mengeluh keras.
“Always me! I’m leaving the team! I’m leaving! It’s better if I leave, I’m leaving,” ujarnya dengan nada kecewa ketika berjalan melewati Alonso sebelum menuju ruang ganti.

Beberapa menit kemudian ia kembali ke bangku cadangan, tetapi ketegangan berlanjut setelah peluit akhir. Vinicius tampak ingin menghadapi Lamine Yamal dan harus dilerai oleh rekan setimnya.

Guillem Balague menjelaskan akar permasalahan ini dengan tajam.
“He feels all that, and when Alonso subbed him – fairly, because Vinicius stopped dropping back as he should – in Vinicius’ head he says, ‘why me, why me again?’ It will be difficult to build a bridge between the club and Vinicius at the moment,” kata Balague.
Krisis Kepercayaan Antara Vinicius dan klub
Tensi antara Vinicius dan Real Madrid bukan hal baru. Laporan media Spanyol dalam beberapa bulan terakhir menyebutkan bahwa negosiasi kontrak baru berjalan buntu. Saat musim berakhir nanti, kontraknya hanya tersisa satu tahun, dan rumor pun berhembus bahwa Los Blancos mungkin mempertimbangkan untuk melepasnya jika ada tawaran besar.

Kondisi ini menambah kompleksitas di ruang ganti Real Madrid. Di satu sisi, klub sedang menanjak performanya di bawah Alonso, namun di sisi lain, salah satu bintang utamanya justru berada di titik frustrasi.
Barcelona Kehilangan Arah dan Ritme Permainan
Jika Real Madrid tampak matang secara taktik, Barcelona justru kehilangan arah. Hansi Flick yang tidak bisa mendampingi dari tepi lapangan karena skorsing tampak kehilangan sentuhan khasnya. Asisten pelatih Marcus Sorg mencoba mengatur ulang sistem, tetapi absennya pemain kunci seperti Robert Lewandowski, Raphinha, dan Dani Olmo membuat struktur permainan mereka rapuh.

Menurut Balague, tim asuhan Flick tampil “less sharp without the ball, less hungry to recover it.” Hal itu terlihat jelas saat Mbappe mencetak gol pertama. Alejandro Balde yang seharusnya menjaga garis pertahanan justru membuatnya onside.
Barcelona yang Tak Lagi Menakutkan
Lamine Yamal, yang musim lalu menjadi momok bagi Real Madrid, kini tampak kehilangan sentuhan. Ia bahkan disebut mengalami masalah pada pangkal paha yang menghambat performanya. Sementara itu, Marcus Rashford yang didatangkan dari Manchester United justru terlihat terisolasi di sisi kiri tanpa dukungan memadai.

Balague menilai, “He was trying to create danger on the left-hand side, but he found himself too often on his own.” Serangan Barcelona pun menjadi mudah dipatahkan oleh lini pertahanan Madrid yang sangat rapat.

Tiga Alasan Kemenangan Real Madrid di El Clasico
Berikut tiga aspek utama yang menjelaskan mengapa Real Madrid dapat mempermalukan Barcelona di El Clasico kali ini.
1. Struktur Pertahanan yang Disiplin
Madrid bermain dengan dua lini pertahanan berjarak rapat dan menekan secara kolektif. Tidak ada ruang bagi Barcelona untuk mengembangkan permainan.
2. Efektivitas Serangan Mbappe dan Bellingham
Setiap peluang dikonversi menjadi ancaman nyata. Duet ini menunjukkan efisiensi tinggi di depan gawang, berbeda dengan lini depan Barcelona yang tumpul.

3. Kepemimpinan Xabi Alonso
Alonso membaca permainan dengan jeli. Ia tidak hanya mengandalkan individualitas, tetapi juga memaksimalkan kolektivitas tim dengan pendekatan posisional yang terencana.
Statistik yang Menegaskan Dominasi Real Madrid atas Barcelona
- Real Madrid kini memenangkan sembilan laga kandang beruntun di La Liga, rekor terbaik sejak 2015.
- Mbappe telah mencetak 16 gol dari 13 pertandingan di semua kompetisi musim ini.
- Bellingham menjadi pemain termuda Madrid yang mencetak gol dan assist di El Clasico dalam abad ke-21.
- Barcelona gagal memperpanjang rekor lima kemenangan beruntun di El Clasico yang sempat mereka incar.
- Fermín López mencatat gol ke-17 di La Liga sejak debutnya, namun tidak cukup membawa timnya selamat.

Reaksi Setelah Laga El Clasico
Setelah pertandingan berakhir, suasana tetap memanas. Vinicius dan Yamal terlibat percekcokan kecil di pinggir lapangan, sementara Pedri harus meninggalkan lapangan lebih awal setelah menerima kartu kuning kedua.

Di sisi lain, gelandang Aurelien Tchouameni menilai kemenangan ini merupakan hasil dari kerja kolektif tim.
“We have to go on like this; it’s only three points, we have other points to win, and we have to step up,” ucapnya kepada Al Jazeera.

Ia juga menanggapi komentar Yamal sebelum laga yang sempat menyulut emosi publik Madrid.
“It’s fine, they’re only words, there’s no bad intentions. It made us a little bit more determined and helped us,” lanjutnya.
Real Madrid Permalukan Barcelona tapi PR Belum Selesai
Kemenangan Real Madrid atas Barcelona memang jadi panggung pernyataan bahwa proyek Xabi Alonso sedang berjalan mulus. Tapi di balik sorak-sorai Bernabéu, ada catatan serius yang tidak boleh diabaikan. Vinicius mungkin tersenyum di depan kamera, tapi di ruang ganti, tensinya bisa saja lebih tinggi dari pressing Barcelona. Kalau Alonso tidak cepat memadamkan bara itu, Los Blancos bisa berubah dari tim juara jadi sinetron prime time.

Sementara itu, Barcelona tampak seperti tim yang masih mencari petunjuk arah. Setelah kehilangan beberapa pemain kunci, Hansi Flick masih mencoba mengingat di mana ia meletakkan resep dominasi musim lalu. Blaugrana bermain seolah GPS-nya hilang di tengah lapangan, banyak niat, tapi sedikit arah.
Real Madrid permalukan Barcelona kali ini bukan sekadar skor, tapi juga sindiran halus bahwa tahta sepak bola Spanyol kembali berpindah tangan. Madrid menari dengan ritme baru, sementara Barcelona masih sibuk menyamakan langkah. Dan ketika El Clasico berubah jadi cermin, refleksinya jelas, yang satu memantulkan kejayaan, yang lain hanya menatap bayangan masa lalu.