Krisis internal Inter menjadi sorotan utama dalam dua bulan terakhir. Klub yang sempat bermimpi meraih treble musim ini justru berakhir dengan konflik internal, kekalahan memalukan, dan pergantian pelatih yang tak terduga. Semua itu menjadikan krisis internal Inter bukan sekadar isu biasa, melainkan potret nyata dari klub besar yang sedang kehilangan kendali.
Perjalanan Inter Milan musim 2024-2025 memang seperti roller coaster rusak. Dari kemenangan dramatis atas Barcelona hingga dibantai PSG di final Liga Champions, semuanya seperti skenario film tragis. Sayangnya, ini bukan fiksi. Bahkan, ruang ganti yang tadinya solid kini mulai retak karena drama pemain dan isu transfer yang makin liar.
Awalnya Euforia Kini Nestapa
Kemenangan 4-3 atas Barcelona di San Siro pada semifinal Liga Champions sempat membuat fans Inter bermimpi besar. Gol Francesco Acerbi di menit ke-93 dan gol kemenangan Davide Frattesi di extra time menjadi momen ikonik.

Frattesi bahkan mengatakan,
“Saya tidak diberkahi dengan bakat luar biasa, tapi saya yang terakhir menyerah dan pertama percaya. Ini adalah ganjaran dari kerja keras dan dedikasi.”
Namun hanya dua bulan setelah euforia itu, semuanya berubah. Setelah gagal mempertahankan Scudetto karena hasil imbang 2-2 kontra Lazio, Inter seperti kehilangan arah. Napoli yang diperkuat Scott McTominay, akhirnya mengunci gelar Serie A setelah menang atas Cagliari.
Kekalahan Memalukan di Final Liga Champions
Inter kembali mencapai final Liga Champions dan bertemu Paris Saint-Germain di Allianz Arena, Munich. Namun harapan untuk menebus kekalahan dari Manchester City di final tahun sebelumnya pupus total. Inter dibantai 5-0 oleh PSG dalam performa yang disebut Alessandro Bastoni sebagai “menyakitkan dan akan meninggalkan rasa pahit yang dalam”.

Menurut GOAL, kekalahan tersebut menjadi bukti bahwa Inter adalah tim tua yang butuh peremajaan. Kelelahan fisik dan mental terlihat jelas, dan tak lama kemudian, pelatih Simone Inzaghi memutuskan hengkang ke Al-Hilal.
Drama di Balik Kepergian Inzaghi
Keputusan Simone Inzaghi meninggalkan Inter mengejutkan banyak pihak. Yang membuatnya lebih menyakitkan adalah fakta bahwa ia sudah mencapai kesepakatan dengan Al-Hilal bahkan sebelum final Liga Champions. Kabar ini memicu spekulasi apakah kepergiannya sudah memengaruhi motivasi tim sebelum laga penting tersebut.

Tak hanya itu, rumor bahwa Inzaghi mencoba membujuk Nicolo Barella dan Alessandro Bastoni untuk ikut bersamanya ke Arab Saudi membuat manajemen dan fans merasa dikhianati. Ini menjadi pemicu awal krisis internal Inter yang kini terus memburuk.
Gagal Dapat Fabregas dan Tarik Chivu
Setelah kepergian Inzaghi, Inter sempat mengincar Cesc Fabregas yang tampil gemilang bersama Como. Namun Como menolak melepas pelatih mereka. Akhirnya, Inter menunjuk Christian Chivu, mantan bek Nerazzurri, yang sebelumnya berhasil menyelamatkan Parma dari degradasi.

Sayangnya, awal era Chivu tak berjalan mulus. Di ajang Piala Dunia Antarklub, Inter hanya bermain imbang lawan Monterrey dan nyaris kalah dari Urawa Red Diamonds sebelum diselamatkan gol Lautaro Martinez. Meski akhirnya menang atas River Plate, mereka tersingkir menyakitkan dari Fluminense di babak 16 besar.
Perseteruan Lautaro dan Calhanoglu
Krisis internal Inter mencapai titik panas setelah kekalahan dari Fluminense. Lautaro Martinez, sang kapten, menyampaikan pernyataan tajam,
“Siapa pun yang ingin bertahan, harus bertahan. Yang tidak ingin, silakan pergi. Kami mewakili klub besar dan harus bersaing di level tertinggi.”

Meski tak menyebut nama, CEO Inter Giuseppe Marotta mengonfirmasi bahwa target sindiran Lautaro adalah Hakan Calhanoglu yang sedang dirumorkan akan pindah ke Galatasaray. Situasi makin panas ketika Marcus Thuram terlihat menyukai unggahan Calhanoglu yang tampak menyindir balik kaptennya.
Legenda Roma Francesco Totti ikut angkat bicara dan mempertanyakan waktu Lautaro mengeluarkan pernyataan tersebut.
Fabio Capello pun menyarankan,
“Masalah seperti ini harus diselesaikan secara langsung di ruang ganti.”
Dampak Krisis Internal Inter
Berikut adalah beberapa dampak yang terlihat dari krisis internal Inter Milan:
- Hilangnya Soliditas Tim
- Konflik pemain mengganggu keharmonisan ruang ganti Nerazzurri
- Performa Menurun di Ajang Penting
- Gagal di Liga Champions dan Piala Dunia Antarklub
- Ketidakjelasan Arah Klub
- Pergantian pelatih mendadak dan rumor transfer pemain kunci
- Reputasi Klub Tercoreng
- Dari finalis Eropa menjadi bahan cemoohan karena drama internal
- Kehilangan Kendali Manajemen
- Pergantian pelatih yang tidak direncanakan membuat klub tampak panik
Inter Butuh Revisi Bukan Drama Lagi
Melihat kekacauan ini, jelas bahwa krisis internal Inter tak bisa terus dibiarkan. Manajemen perlu segera menggelar pertemuan dengan semua pihak terkait, termasuk pemain senior, pelatih, dan tim medis. Apalagi klub seperti Inter Milan memiliki sejarah dan reputasi yang tak boleh ternoda oleh drama ruang ganti.

Langkah selanjutnya yang bisa dilakukan:
- Memperkuat komunikasi internal antar pemain
- Memberikan wewenang penuh kepada pelatih baru tanpa tekanan luar
- Fokus pada regenerasi tim dengan merekrut pemain muda berkualitas
- Menyelesaikan isu kontrak dan transfer secara profesional dan tertutup
Jika tidak ditangani dengan cepat, bukan tidak mungkin Inter akan kehilangan lebih banyak pemain penting di bursa transfer mendatang.
Bukan Inter Namanya Kalau Gak Drama
Meski begitu, di tengah segala kekacauan, fans Inter tetap punya satu senjata terakhir: humor. Sebuah komentar di media sosial berbunyi,
“Kami tidak butuh reality show, kami sudah punya Inter Milan.”
Mungkin benar, klub ini memang spesialis drama. Dari euforia ke kekacauan dalam waktu 60 hari, hanya Inter yang bisa.
Dan seperti biasa, para fans setia hanya bisa berkata,
“Inter ya Inter, dari zaman Ronaldo sampai Lautaro, isi ceritanya tetap sama. Yang beda cuma siapa yang lagi marah minggu ini.”